18 Februari 2008

GURITAN:DULU DAN KINI

Oleh Linny Oktovianny

KIRA-KIRA abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-20 pernah muncul cerita yang dituturkan dengan lagu atau irama tertentu yang cukup populer di kalangan masyarakat Besemah, yaitu guritan. Penuturan cerita atau beguritan dilaksanakan pada saat syukuran saat panen, kenduri pernikahan, atau ketika purnama menerangi jagat Besemah. Ngguritan atau menuturkan cerita guritan biasanya berisi ajaran moral, nasihat, aturan-aturan adat, kepahlawanan dan kerajaan masa lalu serta cerita tentang manusia berikut tingkah lakunya.
Biasanya beguritan atau Penuturan cerita memakan waktu yang cukup lama. Beguritan dilaksanakan seusai salat Maghrib sampai tengah malam.
Pada waktu yang lalu guritan diguritkan dengan cara yang unik, yaitu penggurit (penutur guritan) duduk bersila dengan khusyuk, tangannya berlipat di atas sambang, suatu alat khusus dari bambu yang berdiameter 9 cm dan panjang 2 jengkal dan dilubangi pada bagian ujungnya. Sambang digunakan penggurit untuk mengolah vibrasi suaranya. Penggurit memerlukan nafas panjang dan kepekaan terhadap isi cerita serta kelancaran bertutur. Keahlian mengatur nafas, suara dan improvisasi merupakan hal yang penting bagi penggurit ketika guritan akan dituturkan karena umumnya cerita guritan sangat panjang.
Selain itu, sambang juga berfungsi sebagai alat untuk berkosentrasi. Biasanya sambil memejamkan mata penggurit menundukkan kepala yang berfungsi untuk mengingat dan berkosentrasi pada cerita yang sedang dituturkan. Sambang juga memiliki fungsi untuk mengatasi rasa lelah penggurit.
Penghayatan merupakan kekuatan guritan. Guritan yang dituturkan dengan interpretasi penggurit yang baik akan semakin memikat dan nikmat untuk diikuti oleh pendengarnya. Biasanya, pendengar juga larut mendengarkan kisah yang dijalin dalam guritan. Melalui pembacaan guritan dapat dihadirkan suasana magis yang muncul sebagai gema dari masa silam. Guritan mampu menghadirkan kembali kenangan-kenangan masa lampau jagat Besemah yang samar-samar ada dibenak masyarakat. Bagi penontonnya guritan memiliki daya pikat tersendiri lantaran serius mengikuti perkembangan cerita yang dituturkan melalui guritan. Hal tersebut terkadang membuat penonton menangis, gemas, tertawa bahkan menjadi sangat emosional.
Untuk dapat menuturkan guritan dengan tuntas sangat diperlukan penghayatan, kemampuan teknis mencakup vokal, ekspresi, dan intonasi serta ingatan yang tajam. Tidak banyak orang yang dapat menyampaikan guritan dengan baik apalagi sampai mencapai taraf ahli.
Guritan memiliki dua versi yaitu guritan lama dan guritan baru. Guritan lama umumnya berisi kisah-kisah dan pribahasa-pribahasa, sedangkan guritan yang baru materinya mengandung kisah-kisah dan peristiwa-peristiwa sejarah selama gerilya. Guritan yang baru merupakan gubahan dan berpijak pada format guritan lama.
Sulit untuk mengetahui secara pasti sejak kapan guritan sudah mulai ada di tanah Besemah karena sedikitnya data-data yang mendukung ranah tersebut. Guritan lama sulit dan sudah tidak dapat ditelusuri lagi. Tahu-tahu guritan tersebut sudah ada di tengah-tengah masyarakat Besemah. Bahasa yang digunakan dalam guritan Besemah versi lama menggunakan bahasa lama yang terkadang orang Besemah sendiri banyak kurang paham atau tidak mengerti sama sekali maknanya. Karena bahasa Besemah yang lama sudah jarang digunkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Besemah.
Guritan dulu dituturkan secara monolog oleh seorang pencerita. Kini guritan dapat dituturkan secara bergantian oleh dua orang atau lebih sesuai dengan kebutuhan atau isi cerita yang dituturkan.
Kini tidak banyak lagi orang yang dapat menuturkan guritan dengan pemahaman yang baik terlebih-lebih menuturkan guritan versi lama. Guritan masa kini lebih banyak bercerita mengenai kehidupan manusia seperti karakter manusia beserta kepahlawanannya yang tentu saja masih dapat kita teladani bersama.
Berikut adalah Cuplikan Guritan Keriye Rumbak ngempang Lematang.
Uuuuuy
Tembay uway tembay lengguway
Tembay bejejak di pantunan
“Pantun mamak ngambik buluh
Ambik ujung buwang di pangkal
Ambik di tengah njadi sigian
Pacak dibuwat sambang ayik
Ayik keghing sambang dikepit
Njadi peranti nebah guritan”.

Dide mandak pantun di sane
Pantunan masih diganjurkan
“Pantun dicare ughang dusun
Minjam pahat minjam landasan
Minjam mate-pisaw landap
Minjam adat dusun-laman
Minjam care kandik berucap”

Iluk niyan mangkal pantunan
Lah iluk pule mangkal guritan
Guritan ini kami batasi
Guritan care jeme baghi
Cerite sukat KERIYE RUMBAK
Lanang gedang NGEMPANG LEMATANG
Kamu ndak tau ceriteannye
Aningi kuday mangke sampay

Uuuuuy
Seliyuk selimbang alay
Betemu muware sangkup tanjungan
Singgan dikukup aban putih
Sibang disinjar mate-aghi
Di bawah langit teterukup
Di pucuk bumi tarebentang
Kah pantak undur bekelam
Tentangan bukit Isaw-isaw
Balik sane kumpay berapat
Balik ke sini kumpay teghapung
Balik sane banjaran umbak
Balik ke sini banjaran bungin
Berekat sepate sesumbaran
Nggah kelaway alap ungkay
Nggah rapitan tanah mudik.

Artinya:

Oooooi
Tembay uway tembay lengguway
(mula dibuka cerita)
Mula berawal pada pantun (perumpamaan)
Pantun paman mengambil bambu
Diambil bagian ujung, dibuang bagian pangkal
Diambil bagian tengah
Yang dapat dibuat sambai
Jika air kering (tidak ada air) Sambang dikepit
(dibawa di bawah ketiak)
Dijadikan alat untuk menuturkan guritan

Tidak berhenti pantun di bagian itu
Pantunan (perumpamaan) masih diteruskan
“yaitu pantun (seumpama) orang di dusun
Meminjam pahat meminjam landasan
Meminjam mata parang yang tajam
Meminjam (memakai) adat kebiasaan dusun-laman
Meminjam cara untuk bertutur”

Sungguh baik memulai pantunan (kisahan/pemisahan)
Sudah bagus pula untuk memulai guritan

Guritan ini kami batasi
Guritan cara orang-orang dulu
Cerita tentang kehidupan KERIYE RUMBAK
Lelaki perkasa yang membendung sungai Lematang
Kamu mau tau ceritanya?
Dengarkan dulu supaya sampai

Oooooi
Sekelokan seputar pohon alay
Bertemu muara yang sempit
Terlihat sepertiditutupi awan putih
Ketika disinari cahaya matahari
Di bawah langit tertelungkup
Di atas bumi terbentang
Akan membuat rasa-rasa ingin menyepi di situ
Setentang dengan bukit isaw-isaw
Ke sanalah kumpay (nama jenis tumbuhan lebak berkumpul)
Ke sinilah kumpay terapung
Ke arah sana barisan ombak berkejar-kejaran
Ke sanalah juga tumpukan pasir
Berkat sampah dan semboyan
Dengan saudara perempuan yang cantik lagi jenjang
Dengan saudara-saudara tetangga di uluan

(Guritan “KERIYE RUMBANG NGEMPANG LEMATANG” dituturkan oleh Irfan dan Sarkowi, ditranskripsikan penulis dan diterjemahkan A. Bastari Suan)

Linny Oktovianny

4 komentar:

Berita Nasional mengatakan...

Geguritan bukan hanya milik orang Besemah, orang Lintang Empat Lawang juga punya geguritan.

terimakasih

Unknown mengatakan...

di tanah rejang juga ada guritan, sayang sekali regenerasi kesenian ini di ambang kepunahan

Unknown mengatakan...

artikelnya minta ijin di republish di blog tanah rejang, agar makin banyak sanak saudara di sumatra selatan membacanya. terimakasih

Berita Nasional mengatakan...

Mudah-mudahan tradisi lisan di Sumatera Selatan bisa diangkat kembali ke permukaan dan dilestarikan keberadaannya.