JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata mengadakan seminar bertema Perlindungan Warisan Budaya
Takbenda dan Keanekaragaman Ekspresi Budaya. Seminar selama dua hari,
yaitu 5-6 Oktober, selain membahas upaya perlindungan warisan budaya
takbenda, juga membahas rencana Indonesia untuk meratifikasi konvensi
UNESCO tahun 2005.
Konvensi itu berisi tentang Proteksi dan
Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya (Convention on the Protection and
promotion of the Diversity of Cultural Expressions).
Tujuan
seminar ini adalah agar pemerintah mendapatkan masukan akan manfaat dan
kewajiban yang harus dijalani, seandainya Indonesia meratifikasi
konvensi UNESCO 2005.
Pertemuan tersebut diikuti 30 peserta dari para pemangku kepentingan yang terkait dengan pelestarian budaya.
Narasumber
seminar dari berbagai negara, yaitu antara lain (dari Indonesia) Gaura
Mancacaritadipura, Prof Sri Hastanto, Prof Dr Agus Sardjono, Prof Dr
Aman Wirakartakusumah; (dari Cina) Mr Yang Zhi; (dari Korea) Dr
Seong-Yong Park; (dari Vietnam) Dr Le Thi Minh Ly; (dari Australia) Prof
Dr Amaneswar Galla; dan dari Jepang Michi Tomioka, MA.
Direktur
Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Drs Ukus Kuswara, mengatakan,
strategi pemerintah pusat dalam pelestarian dan perlindungan kebudayaan
dilakukan dengan dua strategi, yaitu dengan daya budi dan budidaya.
Daya
budi yang dimaksud adalah mendayabudikan jati diri, budi pekerti, dan
karakter bangsa. Sedangkan budidaya adalah membudidayakan ruang ekspresi
budaya yang ada, memberikan manfaat budaya bagi masyarakat dan
meningkatkan ekonomi kreatif berbasis budaya.
"Strategi ini
difokuskan ke daerah-daerah perbatasan di Indonesia, daerah rawan
konflik, dan daerah yang kehidupan perekonomiannya lemah," kata Ukus.
Salah
satu hal yang menarik dalam seminar ini adalah akan dibahasnya,
persoalan Hak Kekayaan Intelektual dalam pengelolaan aset budaya./sumber:www.kompas.com/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar